Wednesday, April 12, 2006

HAKPW


Menyongsong Silaturrahmi Alumni 2006 DALAM perspektif sejarah, keberadaan alumni tidak dapat dipisahkan dari institusi yang pernah mendidik, sekaligus melahirkannya. Di mana pun dan kapan pun keberadaannya selalu melekat kepada “ibu kandungnya.” Ketika menyebut Dr. K.H. Hidayat Nur Wahid misalnya, asosiasi kita langsung tertuju kepada profil pesantren Wali Songo Ngabar dan Darurus-salam Gontor. Begitu juga dengan Dr. Shahrir yang identik dengan kemegahan dan kejeniusan Oxford University. Begitu seterusnya, sehingga adigum ini berlaku secara universal dan diterima secara mutlak oleh banyak kalangan. Karena itu... ada kesan kuat di beberapa universitas lokal maupun internasional untuk menghargai para alumninya yang dinilai berhasil di dunia nyata (field work). Nama-nama mereka diukir dalam plakat, dan ditempelkan di tempat-tempat penting yang mudah dilihat orang. Bahkan ada yang dipatri dalam koridor (footpath) utama, perpustakaan dan kantor-kantor penting di mana setiap orang hampir pasti melihatnya. Gambar Seikh M. Abduh atau Sir. Jamaluddin al-Afghani dapat dengan mudah ditemui di pintu-pintu utama fakultas, seakan menambah wibawa, megah dan kesyahduan kampus. Begitu juga foto John Nash, peraih nobel di bidang ekonomi, yang digantung di beberapa ruangan tempat ia mengajar dulu. Apa rahasia di balik itu semua? Kenapa universitas sebesar al-Azhar Kairo, Cambridge dan University of New England, NSW, Australia rela berinisiatif menempel dan memasang gambar mereka di koridor dan ruang utama. Tentu itu bukan sebuah kebetulan, atau iseng belaka. Mereka jelas punya maksud dan tujuan, sekaligus filosofi yang mendalam. Mereka sangat mengerti betapa keberadaan dan kelangsungan institusi pendidikan itu tidak akan survive tanpa dukungan alumninya. Para santri dan mahasiswa merasa berada di tempat yang memiliki tradisi yang ilmu pengetahuan yang kuat. Mereka pun merasa termotivasi karena dari lembaga mereka telah lahir tokoh-tokoh penting yang berpengaruh di tengah masyarakat. Mereka bangga karena sang senior telah memberi contoh yang baik, meletakkan dasar yang kuat dan menebar hawa harum “image” yang tidak akan lekang oleh zaman. Gambaran di atas hanyalah sekelumit cerita sukses universitas ternama dalam menghargai jasa dan peran alumninya. Dr. Renald Kesali tentu punya alasan tersendiri sehingga ia harus balik ke almamaternya untuk menyelesaikan buku marketing “the Change” yang kesohor itu. Sangat banyak cerita tentang kesuksesan alumni dan almamater karena mereka saling terikat secara emosional dan lahir. Ia selalu hadir melekat ketika dibu-tuhkan atau tidak. Ia bahkan siap memberikan dedikasi terbiknya apapun resikonya. Fakta ini tentu menjadi pelajaran baik bagi kita semua untuk membina, menaungi dan bekerjasama dengan alumni. Deskripsi ini pulalah yang musti kita petik sebagai ibroh kemajuan PP. Wali Songo ke depan. Tidak terbantahkan bahwa alumni mempunyai posisi strategis dalam pe-ngembangan pendidikan di PP. Wali Songo Ngabar. Bahkan cara mudah untuk menilai apakah lembaga ini berkualitas atau tidak, salah satunya dengan menggunakan variable alumni sebagai tolak ukurnya. Dengan mudah dapat dilihat apakah alumni yang dihasilkan mampu menjawab realitas atau sebaliknya. Kini hampir 6000 alumni telah dihasilkan PP. Wali Songo Ngabar dalam kurun waktu hampir 45 tahun. Patut disyukuri, di antara mereka telah banyak yang berhasil dan berprofesi dalam bidang politik, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Mereka juga tersebar di seluruh pelosok negeri dengan beragam spesialisasi dan bidang garapan. Kesemuanya menun- jukkan keberagaman visi, pengabdian sekaligus bentuk persembahan Ngabar kepada masyarakat luas, khususnya di bidang pendi-dikan dan da’wah. Potensi alumni yang begitu besar secara kuantitas maupun kualitas tentu membutuhkan perhatian dan evaluasi. Khususnya bagaimana memberdayakan potensi dan kontribusi mereka kepada Ma’had tercinta. Akan sangat mubadzir bila potensi luar biasa itu dibiarkan berserak tanpa penanganan. Kewajiban pemberdayaan alumni tidak saja an sich milik pondok tapi segenap alumni dan siapapun yang peduli terhadapnya. Ini tidak saja menyangkut ke-pentingan orang per orang tapi kepentingan umat lebih luas. Maka sekali lagi, pemahaman terhadap kiprah alumni harus dilakukan dengan komprehensif, rasional dan tidak emosional. Blaming victim dan menimpakan kesalahan pada seseorang tidaklah menyelesaikan masalah, tapi justru menambah masalah baru. Sebisanya bagaimana menyelesaikan masalah tanpa masalah. SEPUTAR KIPRAH ORGANISASI ALUMNI Harus diakui dengan penuh kebesaran hati (legowo), bahwa HAKPW (Himpunan Alumni dan Keluarga Pondok Pesantren WaliSongo) sebagai organisasi yang menaungi alumni belumdapat berjalan secara efektif dan berfungsi maksimal. Banyak kekurangan dan hal-hal yang memerlukan perhatian bersama. Karena itulah, adalah alamiah bila berdiri organisasi alumni lain di luar HAKPW. Meski, keberadaan mereka meski secara struktural formal terpisah dari PP. Wali Songo Ngabar, namun memiliki kedekatan emosional yang luar biasa. Dibuktikan dengan banyaknya kegiatan dan pemikiran positif yang berkembang untuk terus membantu Ngabar semaksi-mal yang mereka bisa. JKN (Jaringan Komu-nitas Ngabarians) misalnya, baru saja menerbitkan buku terbaru tentang pemberdayaan potensi pesantren dan langkah-langkah yang harus ditempuh menghadapi era persaingan global. Buku yang berjudul, “Agenda Pembaruan Pesantren” itu secara konstruktif dan ilmiah menganalisa potensi apa saja yang bisa dilakukan pesantren –termasuk Ngabar-- dalam mensiasati perubahan paradigma pendidikan. Visualisasi pesantren untuk menjadi sebuah lembaga berbasis ekonomi (entrepreneurship) misalnya, menjadi tawaran menarik bagi Ngabar ke depan. Dalam buku ini dikupas agar pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pendidikan moral sentris tapi juga tatbieq amalie di lapangan. Sehingga tidak mustahil di masa mendatang pesantren menjadi sentra-sentra ekonomi masyarakat yang berdaya guna. Isu lain tentang pesan-tren virtual misalnya, juga dibahas secara menarik dalam buku ini. Pesantren harus mulai memikirkan pendidikan melalui instru-men multi media, di mana pendidikan bisa diakses tanpa mensyaratkan kehadiran orang dan sebagainya. Ide-ide konstruktif semisal ini tentu akan berguna bagi pengem-bangan PP. Wali Songo ke depan. Tidak ketinggalan IK-APWS (Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Wali Songo) dalam usianya yang menginjak lima tahun juga terus eksis memberikan kontribusinya ke Pondok. Mungkin dalam tataran praktis, ide dan gagasan yang disampaikan belum dapat terrealisasikan. Namun, itu tidak berarti harus berhenti untuk beride dan berkreasi. Bisa saja apa yang diasum-sikan tidak “mungkin” saat ini menjadi kenyataan di kemudian hari. Beberapa waktu lalu, pada tanggal, 17 September 2005, IKAPWS Wilayah Jawa Timur baru saja mengadakan musyawarah pleno untuk membahas agenda kerja dan isu-isu aktual. Selain dihadiri pengurus, pertemuan itu juga disambut antusias oleh alumni Ngabar di Malang, Surabaya dan kota-kota besar lainnya di Jatim. Salah satu isu yang mengemuka saat itu adalah adanya keinginan untuk menggelar silaturahmi alumni nasional untuk menyatukan kembali persepsi tentang relasi alumni dan pondok. Sehingga akan ada sinergi baru yang lebih kuat. Acara itu juga dime-riahkan dengan Seminar Nasional dengan tema, “Kebijakan Publik Terhadap Supermasi Hukum dan Amandemen UUD ‘45” menghadirkan nara sumber antara lain: Kombes Pol. Sutarman (Kapolwiltabes Surabaya), Hotman Siaha’an, S.H. (Praktisi Hukum UNAIR) dan Prof. Dr. Syaikul Hadi Purnomo, S.H., M.A. (Dosen Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya). Acara itu ditutup dengan pembacaan komunike dan rekomendasi tentang perlunya kerjasama yang intens dari seluruh potensi alumni yang tersebar. Di Kairo dan Malaysia, alumni PP. Wali Songo juga melakukan hal yang sama. Di tengah kesibukan mereka belajar, mereka tetap berusaha menjalin komunikasi yang inten dengan Pondok. Mulai tahun ini, pemberangkatan alumni Ngabar ke Kairo (al-Azhar) ditangani langsung oleh para alumni yang telah bermukim di Mesir. Berbeda dari tahun sebelumnya, berangkat melalui agen perjalanan lain yang tentu secara finansial jauh lebih besar. Dengan adanya ini, kekawatiran akan tidak terurusnya mereka setibanya di Mesir tidak lagi terjadi. Secara kuantitas, alumni Wali Songo yang melan-jutkan belajarnya di Kairo terus meningkat. Tahun ini saja hampir 20 orang dipastikan berangkat ke Mesir. Semoga ini menjadi harapan “oase” harapan baru di tengah sulitnya birokrasi. Alumni Ngabar di UIN juga baru saja mengadakan “Comperative Study” ke Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia, dan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) tentang perbankkan dan ekonomi Islam. Selain mengadakan dialog, mereka juga menjalin kerjasama di bidang kemahasiswaan. Terbaru dari alumni Ngabar di Ciputat Jakarta, yang akan mendirikan pusat data dan rumah singgah alumni di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuannya, untuk memberikan fasilitas tempat tinggal dan mendata kembali alumni Ngabar se-DKI Jakarta Raya. Dengan ini, diharapkan akan terjalin silaturrahmi yang erat antar alumni. Selama ini meski bertempat tinggal di daerah yang sama, kadang tidak saling mengenal. SILATURAHMI ALUMNI 2006 Adalah menjadi impian dari semua fihak tentunya untuk menggelar silaturahmi alumni 2006 dengan agenda yang lebih konkret. Perte-muan ini digagas untuk satu agaenda tentang apa yang alumni bisa berikan untuk pondok tercinta. Tidak melulu finansial, tapi bisa berupa ide-ide konstruktif sambil memperbarui nuansa relasi alumni dan pondok. Banyak alumni yang merin-dukan kembali pondoknya. Mereka merasa kangen dan ingin hadir di pondok sambil mengenang ketika masa-masa ‘susah’ itu berlalu. Begitu banyak kenangan indah maupun susah terlu-kiskan di diding “ibu pertiwi” pondok tercinta. Semua itu menjadi motivasi tersendiri untuk kembali mendorong kemajuan pondok di masa mendatang. Kita lupakan sejenak, perbedaan di tingkat apapun. Kita satukan langkah dan visi, untuk tujuan yang lebih utama. Perbedaan adalah rahmat terselubung (blessing disguise). Kita pelihara pebedaan yang konduksif dan berdaya guna. Tidak ada yang lebih merugi dari semua friksi selain kita sendiri. Impian untuk menggelar acara tersebut akan semakin realistis bila didukung sepenuhnya oleh seluruh praktisi di Pondok. Rasanya indah, berkumpul bersama, mengenang kejayaan dan romantisme masa lalu. Selain itu tentu akan lebih bermanfaat, bila dimuati dengan dengar pendapat, saran konstruktif bagi kita semua. Semoga dengan niat tulus ini, per-temuan yang diadakan tepat pada hari jadi pondok menjadi kenyataan dan titik tolak kebangkitan pondok ini,semoga. (ppwalisongo.or.id)

baca selengkapnya..

Banyak Pasangan Suami Isteri Alami Gangguan Kesuburan


Tingkat kesuburan seseorang ternyata memegang peranan yang sangat penting peranannya bagi pria dan wanita yang akan atau sudah berumahtangga. Hal ini dimaksudkan agar pasangan suami isteri dapat menjaga keharmonisan rumah tangganya dan mereka juga bisa meneruskan generasi mereka, yaitu menghasilkan seorang anak. Lebih dari 80% pasangan suami isteri yang mengalami gangguan kesuburan dan ini banyak sekali terjadi pada negara yang sedang berkembang. 7-15 % diantaranya masih tergolong ke dalam usia 15 sampai dengan 40 tahun dengan rating tertinggi dialami oleh para wanita sebesar 40% sampai dengan 60%. Presentase ini berdasarkan penelitian seorang tokoh yaitu Dr. Yuslam Edi Fidianto, pada bagian kebidanan dan penyakit kandungan rumah sakit Pondok Indah, Jakarta yang dipresentasikan pada sebuah seminar Awam yang mengambil topik pembahasan Gangguan Reproduksi dan Penanganan Terkini pada Pasutri (pasangan suami istri) Sabtu lalu.''Infertilitas diartikan sebagai gagalnya pasangan usia reproduksi (subur) untuk mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan atau lebih usia pernikahannya, dengan frekuensi hubungan suami istri 2-3 kali seminggu tanpa menggunakan kontrasepsi,'' tutur Dr. Yuslam. “Semakin pendek masa reproduksi, stress, terjadi penggunaan alat kontrasepsi tidak terkendali dan meningkatnya infeksi kandungan, juga mempengaruhi tingkat kesuburan wanita,” tambah Dr. Yuslam. Beberapa wanita cenderung mementingkan pekerjaan mereka setelah mereka mampu menyelesaikan pendidikan tinggi yang mereka tempuh daripada memikirkan bagaimana mereka akan mulai membina suatu rumah tangga yang mereka impikan merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi tingkat kesuburan. Dr. Yuslam juga menjelaskan masalah ini, masih ada beberapa faktor lainnya yang juga bisa mempengaruhi tingkat kesuburan wanita, antara lain yang pertama, umur. ''Perempuan sampai usia 34 tahun memiliki rasio kemungkinan hamil 90%, usia 40 tahun 67%, dan di atas 45 tahun hanya 15% saja,'' beliau berkata. Semakin tua umur seorang wanita maka tingkat kesuburannya akan semakin berkurang, penyebabnya adalah kualitas fisik yang mulai menurun, perubahan pada kualitas sel-sel telur dan resiko keguguran yang sangat tinggi. Yang kedua adalah, obesitas. Kelebihan berat badan dan aktivitas olah raga yang terlalu berlebihan menjadi faktor yang kedua. Kemudian gaya Hidup. Bagi mereka yang memiliki pola hidup yang kurang baik, khususnya yang berkaitan dengan rokok maka akan mengalami gangguan kesuburan. Banyak wanita yang mulai merokok pada usia 18 tahun, mereka juga mulai mengkonsumsi kopi yang mengandung kafein, teh cokelat dan minuman ringan, serta penggunaan 'vaginal douching' (pencuci vagina) juga mengganggu tingkat kesuburan. Yang terakhir adalah pengaruh lingkungan

baca selengkapnya..


Selamat datang Ngabarian 39, Blog ini dibuat untuk lebih mempererat kembali silatrahim sesama kita. silahkan teman-teman berbagi suka maupun duka di sini, atau inging mengisi tulisan silahkan kirim ke email alumni39@yahoo.co.id.

Segenap pelajar pondok pesantren wali songo nama tercinta putra-putri maju menuntut ilmu didalam islam bersatu

Sebagi bekal dalam perjuangan munenuaikan perintah tuhan bertaqwa berilmu serta beramal ikhlas fisabilillahi

Marilah pelajar semuanya bergerak maju bersama mancapai cita-cita mulia Islam nan jaya